“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benarnya takwa
kepada-Nya dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan Islam.”
(Ali Imran: 102)
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Rabb-mu yang
telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan daripadanya Allah menciptakan
istrinya, dan daripada keduanya Allah mengembangbiakkan lelaki dan perempuan
yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang denan (menggunakan) nama-Nya kami
saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim.
Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (An-Nisa:
1)
“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan
katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu
amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan, barangsiapa menaati
Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya dia telah mendapatkan kemenangan yang
besar.”
Begitulah perintah Allah kepada kita agar kita bertakwa. Namun,
iman di dalam hati kita bukanlah sesuatu yang statis. Iman kita begitu dinamis.
Bak gelombang air laut yang kadang pasang naik dan kadang pasang
surut.
Ketika kondisi iman kita lemah dan kondisi lemah itu kita masih
ada dalam kebaikan, kita beruntung. Namun, bila ketika kondisi iman kita lemah
dan kondisi lemah itu membuat kita ada di luar koridor ajaran Rasulullah saw.,
kita celaka. Rasulullah saw. bersabda, “Engkau mempunyai amal yang bersemangat,
dan setiap semangat mempunyai kelemahan. Barangsiapa yang kelemahannya tertuju
pada sunnahku, maka dia telah beruntung. Dan, siapa yang kelemahannya tertuju
kepada selain itu, maka dia telah binasa.” (Ahmad)
Begitulah kondisi hati
kita. Sesuai dengan namanya, hati –dalam bahasa Arab qalban—selalu berubah-ubah
(at-taqallub) dengan cepat. Rasulullah saw. berkata, “Dinamakan hati karena
perubahannya. Sesungguhnya hati itu ialah laksana bulu yang menempel di pangkal
pohon yang diubah oleh hembusan angin secara terbalik.” (Ahmad dalam Shahihul
Jami’ no. 2365)
Karena itu Rasulullah saw. mengajarkan kepada kita sebuah
doa agar Allah saw. menetapkan hati kita dalam ketaatan. “Ya Allah Yang
membolak-balikan hati-hati manusia, balikanlah hati kami untuk taat kepada-Mu.”
(Muslim no. 2654)
Hati kita akan kembali pada kondisi ketaatan kepada
Allah swt. jika kita senantiasa memperbaharui keimanan kita. Rasulullah saw.
bersabda, “Sesungguhnya iman itu dijadikan di dalam diri salah seorang di antara
kamu sekalian sebagaimana pakaian yang dijadikan, maka memohonlah kepada Allah
agar Dia memperbaharui iman di dalam hatimu.” (Al-Hakim di Al-Mustadrak, 1/4;
Al-Silsilah Ash-Shahihain no. 1585; Thabrany di Al-Kabir)
Bagaimana cara
memperbaharui iman? Ada 20 sarana yang bisa kita lakukan, yaitu sebagai
berikut.
1. Perbanyaklah menyimak ayat-ayat Al-Quran
Al-Qur’an
diturunkan Allah sebagai cahaya dan petunjuk, juga sebagai obat bagi hati
manusia. “Dan Kami turunkan dari Al-Qur’an sesuatu yang menjadi obat dan rahmat
bagi orang-orang yang beriman.” (Al-Isra’: 82).
Kata Ibnu Qayyim, yang
seharusnya dilakukan oleh seorang muslim untuk menyembuhkan hatinya melalui
Al-Quran, “Caranya ada dua macam: pertama, engkau harus mengalihkan hatimu dari
dunia, lalu engkau harus menempatkannya di akhirat. Kedua, sesudah itu engkau
harus menghadapkan semua hatimu kepada pengertian-pengertian Al-Qur’an,
memikirkan dan memahami apa yang dimaksud dan mengapa ia diturunkan. Engkau
harus mengamati semua ayat-ayat-Nya. Jika suatu ayat diturunkan untuk mengobati
hati, maka dengan izin Allah hati itu pun akan sembuh.”
2. Rasakan
keagungan Allah seperti yang digambarkan Al-Qur’an dan Sunnah
Al-Qur’an
dan Sunnah banyak sekali mengungkap keagungan Allah swt. Seorang muslim yang
ketika dihadapkan dengan keagungan Allah, hatinya akan bergetar dan jiwanya akan
tunduk. Kekhusukan akan hadir mengisi relung-relung hatinya.
Resapi
betapa agungnya Allah yang Maha Mendengar, Maha Mengetahui, yang memiliki
nama-nama yang baik (asma’ul husna). Dialah Al-’Azhim, Al-Muhaimin, Al-Jabbar,
Al-Mutakabbir, Al-Qawiyyu, Al-Qahhar, Al-Kabiir, Al-Muth’ali. Dia yang
menciptakan segala sesuatu dan hanya kepada-Nya lah kita kembali.
Jangan
sampai kita termasuk orang yang disebut ayat ini, “Dan mereka tidak mengagungkan
Allah dengan pengagungan yang semestinya, padahal bumi dan seluruhnya dalam
genggaman-Nya pada hari kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya.”
(Az-Zumar: 67)
3. Carilah ilmu syar’i
Sebab, Al-Qur’an berkata,
“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya ialah
orang-orang yang berilmu.” (Fathir: 28). Karenanya, dalamilah ilmu-ilmu yang
mengantarkan kita pada rasa takut kepada Allah.
Allah berfirman, “Adakah
sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?”
(Az-Zumar: 9). Orang yang tahu tentang hakikat penciptaan manusia, tahu tentang
syariat yang diturunkan Allah sebagai tata cara hidup manusia, dan tahu ke mana
tujuan akhir hidup manusia, tentu akan lebih khusyuk hatinya dalam ibadah dan
kuat imannya dalam aneka gelombang ujian ketimbang orang yang
jahil.
Orang yang tahu tentang apa yang halal dan haram, tentu lebih bisa
menjaga diri daripada orang yang tidak tahu. Orang yang tahu bagaiman dahsyatnya
siksa neraka, tentu akan lebih khusyuk. Orang yang tidak tahu bagaimana
nikmatnya surga, tentu tidak akan pernah punya rasa rindu untuk
meraihnya.
4. Mengikutilah halaqah dzikir
Suatu hari Abu Bakar
mengunjungi Hanzhalah. “Bagaimana keadaanmu, wahai Hanzhalah?” Hanzhalah
menjawab, “Hanzhalah telah berbuat munafik.” Abu Bakar menanyakan apa sebabnya.
Kata Hanzhalah, “Jika kami berada di sisi Rasulullah saw., beliau mengingatkan
kami tentang neraka dan surga yang seakan-akan kami bisa melihat dengan mata
kepala sendiri. Lalu setelah kami pergi dari sisi Rasulullah saw. kami pun
disibukkan oleh urusan istri, anak-anak, dankehidupan, lalu kami pun banyak
lupa.”
Lantas keduanya mengadukan hal itu kepada Rasulullah saw. Kata
Rasulullah, “Demi jiwaku yang ada di dalam genggaman-Nya, andaikata kamu
sekalian tetap seperti keadaanmu di sisiku dan di dalam dzikir, tentu para
malaikat akan menyalami kamu di atas kasurmu dan tatkala kamu dalam perjalanan.
Tetapi, wahai Hanzhalah, sa’atah, sa’atan, sa’atan.” (Shahih Muslim no.
2750)
Begitulah majelis dzikir. Bisa menambah bobot iman kita. Makanya
para sahabat sangat bersemangat mengadakan pertemuan halaqah dzikir. “Duduklah
besama kami untuk mengimani hari kiamat,” begitu ajak Muadz bin Jabal. Di
halaqah itu, kita bisa melaksanakan hal-hal yang diwajibkan Allah kepada kita,
membaca Al-Qur’an, membaca hadits, atau mengkaji ilmu pengetahuan
lainnya.
5. Perbanyaklah amal shalih
Suatu ketika Rasulullah saw.
bertanya, “Siapa di antara kalian yang berpuasa di hari ini?” Abu Bakar
menjawab, “Saya.” Lalu Rasulullah saw. bertanya lagi, “Siapa di antara kalian
yang hari ini menjenguk orang sakit?” Abu Bakar menjawab, “Saya.” Lalu
Rasulullah saw. bersabda, “Tidaklah amal-amal itu menyatu dalam diri seseorang
malainkan dia akan masuk surga.” (Muslim)
Begitulah seorang mukmin yang
shaddiq (sejati), begitu antusias menggunakan setiap kesempatan untuk
memperbanyak amal shalih. Mereka berlomba-lomba untuk mendapatkan surga.
“Berlomba-lombalah kamu kepada (mendapatkan) ampunan dari Rabb-mu dan surga yang
luasnya seluas langit dan bumi.” (Al-Hadid: 21)
Begitulah mereka.
Sehingga keadaan mereka seperti yang digambarkan Allah swt., “Mereka sedikit
sekali tidur pada waktu malam, dan pada akhir-akhir malam mereka memohon ampunan
(kepada Allah). Dan, pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang
meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian.” (Adz-Dzariyat:
17-19)
Banyak beramal shalih, akan menguatkan iman kita. Jika kita
kontinu dengan amal-amal shalih, Allah akan mencintai kita. Dalam sebuah hadits
qudsy, Rasulullah saw. menerangkan bahwa Allah berfirman, “Hamba-Ku senantiasa
bertaqarrub kepada-Ku dengan mengerjakan nafilah sehingga Aku mencintainya.”
(Shahih Bukhari no. 6137)
6. Lakukan berbagai macam ibadah
Ibadah
memiliki banyak ragamnya. Ada ibadah fisik seperti puasa, ibadah materi seperti
zakat, ibadah lisan seperti doa dan dzikir. Ada juga ibadah yang yang memadukan
semuanya seperti haji. Semua ragam ibadah itu sangat bermanfaat untuk
menyembuhkan lemah iman kita.
Puasa membuat kita khusyu’ dan mempertebal
rasa muraqabatullah (merasa diawasi Allah). Shalat rawatib dapat menyempurnakan
amal-amal wajib kita kurang sempurna kualitasnya. Berinfak mengikis sifat bakhil
dan penyakit hubbud-dunya. Tahajjud menambah kekuatan.
Banyak melakukan
berbagai macam ibadah bukan hanya membuat baju iman kita makin baru dan
cemerlang, tapi juga menyediakan bagi kita begitu banyak pintu untuk masuk
surga. Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa yang menafkahi dua istri di jalan
Allah, maka dia akan dipanggil dari pintu-pintu surga: ‘Wahai hamba Allah, ini
adalah baik.’ Lalu barangsiapa yang menjadi orang yang banyak mendirikan shalat,
maka dia dipanggil dari pintu shalat. Barangsiapa menjadi orang yang banyak
berjihad, maka dia dipanggil dari pintu jihad. Barangsiapa menjadi orang yang
banyak melakukan puasa, maka dia dipanggil dari pintu ar-rayyan. Barangsiapa
menjadi orang yang banyak mengeluarkan sedekah, maka dia dipanggil dari pintu
sedekah.” (Bukhari no. 1798)
7. Hadirkan perasaan takut mati dalam
keadaan su’ul khatimah
Rasa takut su’ul khatimah akan mendorong kita
untuk taat dan senantiasa menjaga iman kita. Penyebab su’ul khatimah adalah
lemahnya iman menenggelamkan diri kita ke dalam jurang kedurhakaan. Sehingga,
ketika nyawa kita dicabut oleh malaikat Izrail, lidah kita tidak mampu
mengucapkan kalimat laa ilaha illallah di hembusan nafas terakhir.
8.
Banyak-banyaklah ingat mati
Rasulullah saw. bersabda, “Dulu aku
melarangmu menziarahi kubur, ketahuilah sekarang ziarahilah kubur karena hal itu
bisa melunakan hati, membuat mata menangism mengingatkan hari akhirat, dan
janganlah kamu mengucapkan kata-kata yang kotor.” (Shahihul Jami’ no.
4584)
Rasulullah saw. juga bersabda, “Banyak-banyaklah mengingat penebas
kelezatan-kelezatan, yakni kematian.” (Tirmidzi no. 230)
Mengingat-ingat
mati bisa mendorong kita untuk menghindari diri dari berbuat durhaka kepada
Allah; dan dapat melunakkan hati kita yang keras. Karena itu Rasulullah
menganjurkan kepada kita, “Kunjungilah orang sakit dan iringilah jenazah,
niscaya akan mengingatkanmu terhadap hari akhirat.” (Shahihul Jami’ no.
4109)
Melihat orang sakit yang sedang sakaratul maut sangat memberi
bekas. Saat berziarah kubur, bayangkan kondisi keadaan orang yang sudah mati.
Tubuhnya rusak membusuk. Ulat memakan daging, isi perut, lidah, dan wajah.
Tulang-tulang hancur.
Bayangan seperti itu jika membekas di dalam hati,
akan membuat kita menyegerakan taubat, membuat hati kita puas dengan apa yang
kita miliki, dan tambah rajin beribadah.
9. Mengingat-ingat dahsyatnya
keadaan di hari akhirat
Ada beberapa surat yang menceritakan kedahsyatan
hari kiamat. Misalnya, surah Qaf, Al-Waqi’ah, Al-Qiyamah, Al-Mursalat, An-Naba,
Al-Muththaffifin, dan At-Takwir. Begitu juga hadits-hadits Rasulullah
saw.
Dengan membacanya, mata hati kita akan terbuka. Seakan-akan kita
menyaksikan semua itu dan hadir di pemandangan yang dahsyat itu. Semua
pengetahuan kita tentang kejadian hari kiamat, hari kebangkitan, berkumpul di
mahsyar, tentang syafa’at Rasulullah saw., hisab, pahala, qishas, timbangan,
jembatan, tempat tinggal yang kekal di surga atau neraka; semua itu menambah
tebal iman kita.
10. Berinteraksi dengan ayat-ayat yang berkaitan dengan
fenomena alam
Aisyah pernah berkata, “Wahai Rasulullah, aku melihat
orang-orang jika mereka melihat awan, maka mereka gembira karena berharap turun
hujan. Namun aku melihat engkau jika engkau melihat awan, aku tahu ketidaksukaan
di wajahmu.” Rasulullah saw. menjawab, “Wahai Aisyah, aku tidak merasa aman jika
di situ ada adzab. Sebab ada suatu kaum yang pernah diadzab dikarenakan angin,
dan ada suatu kaum yang melihat adzab seraya berkata, ‘Ini adalah awan yang akan
menurunkan hujan kepada kami’.” (Muslim no. 899)
Begitulah Rasulullah
saw. berinteraksi dengan fenomena alam. Bahkan, jika melihat gerhana, terlihat
raut takut di wajah beliau. Kata Abu Musa, “Matahari pernah gerhana, lalu
Rasulullah saw. berdiri dalam keadaan ketakutan. Beliau takut karena gerhana itu
merupakan tanda kiamat.”
11. Berdzikirlah yang banyak
Melalaikan
dzikirulah adalah kematian hati. Tubuh kita adalah kuburan sebelum kita terbujur
di kubur. Ruh kita terpenjara. Tidak bisa kembali. Karena itu, orang yang ingin
mengobati imannya yang lemah, harus memperbanyak dzikirullah. “Dan ingatlah
Rabb-mu jika kamu lupa.” (Al-Kahfi: 24) “Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah
lha hati menjadi tentram.” (Ar-Ra’d: 28)
Ibnu Qayim berkata, “Di dalam
hati terdapat kekerasan yang tidak bisa mencair kecuali dengan dzikrullah. Maka
seseorang harus mengobati kekerasan hatinya dengan dzikrullah.”
12.
Perbanyaklah munajat kepada Allah dan pasrah kepada-Nya
Seseorang selagi
banyak pasrah dan tunduk, niscaya akan lebih dekat dengan Allah. Sabda
Rasulullah saw., “Saat seseorang paling dekat dengan Rabb-nya ialah ketika ia
dalam keadaan sujud, maka perbanyaklah doa.” (Muslim no. 428)
Seseorang
selagi mau bermunajat kepada Allah dengan ucapan yang mencerminkan ketundukan
dan kepasrahan, tentu imannya semakin kuat di hatinya. Semakin menampakan
kehinaan dan kerendahan diri kepada Allah, semakin kuat iman kita. Semakin
banyak berharap dan meminta kepada Allah, semakin kuat iman kita kepada Allah
swt.
13. Tinggalkan angan-angan yang muluk-muluk
Ini penting untuk
meningkatkan iman. Sebab, hakikat dunia hanya sesaat saja. Banyak berangan-angan
hanyalah memenjara diri dan memupuk perasaan hubbud-dunya. Padahal, hidup di
dunia hanyalah sesaat saja.
Allah swt. berfirman, “Maka bagaimana
pendapatmu jika Kami berikan kepada mereka kenikmatan hidup bertahun-tahun,
kemudian datang kepada mereka adzab yang telah dijanjikan kepada mereka, niscaya
tidak berguna bagi mereka apa yang mereka selalu menikmatinya.” (Asy-Syu’ara:
205-207)
“Seakan-akan mereka tidak pernah diam (di dunia) hanya sesaat
saja pada siang hari.” (Yunus: 45)
14. Memikirkan kehinaan
dunia
Hati seseorang tergantung pada isi kepalanya. Apa yang
dipikirkannya, itulah orientasi hidupnya. Jika di benaknya dunia adalah
segala-galanya, maka hidupnya akan diarahkan untuk memperolehnya. Cinta dunia
sebangun dengan takut mati. Dan kata Allah swt., “Kehidupan dunia itu tidak lain
hanyalah kesenangan yang memperdaya.” (Ali Imran)
Karena itu pikirkanlah
bawa dunia itu hina. Kata Rasulullah saw., “Sesungguhnya makanan anak keturunan
Adam itu bisa dijadikan perumpamaan bagi dunia. Maka lihatlah apa yang keluar
dari diri anak keturunan Adam, dan sesungguhnya rempah-rempah serta lemaknya
sudah bisa diketahui akan menjadi apakah ia.” (Thabrani)
Dengan
memikirkan bahwa dunia hanya seperti itu, pikiran kita akan mencari orientasi ke
hal yang lebih tinggi: surga dan segala kenikmatan yang ada di
dalamnya.
15. Mengagungkan hal-hal yang terhormat di sisi
Allah
“Barangsiapa yang mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya
itu dari ketakwaan hati.” (Al-Hajj: 32)
“Dan barangsiapa mengagungkan
apa-apa yang terhormat di sisi Allah, maka itu adalah lebih baik baginya di sisi
Rabb-nya.” (Al-Hajj: 30)
Hurumatullah adalah hak-hak Allah yang ada di
diri manusia, tempat, atau waktu tertentu. Yang termasuk hurumatullah, misalnya,
lelaki pilihan Muhammad bin Abdullah, Rasulullah saw.; tempat-tempat suci
(Masjid Haram, Masjid Nabawi, Al-Aqha), dan waktu-waktu tertentu seperti
bulan-bulan haram.
Yang juga termasuk hurumatullah adalah tidak
menyepelekan dosa-dosa kecil. Sebab, banyak manusia binasa karena mereka
menganggap ringan dosa-dosa kecil. Kata Rasulullah saw., “Jauhilah dosa-dosa
kecil, karena dosa-dosa kecil itu bisa berhimpun pada diri seseornag hingga ia
bisa membinasakan dirinya.”
16. Menguatkan sikap al-wala’
wal-bara’
Al-wala’ adalah saling tolong menolong dan pemberian loyalitas
kepada sesama muslim. Sedangkan wal-bara adalah berlepas diri dan rasa memusuhi
kekafiran. Jika terbalik, kita benci kepada muslim dan amat bergantung pada
musuh-musuh Allah, tentu keadaan ini petanda iman kita sangat
lemah.
Memurnikan loyalitas hanya kepada Alah, Rasul, dan orang-orang
beriman adalah hal yang bisa menghidupkan iman di dalam hati kita.
17.
Bersikap tawadhu
Rasulullah saw. bersabda, “Merendahkan diri termasuk
bagian dari iman.” (Ibnu Majah no. 4118)
Rasulullah juga berkata,
“Barangsiapa menanggalkan pakaian karena merendahkan diri kepada Allah padahal
dia mampu mengenakannya, maka Allah akan memanggilnya pada hati kiamat bersama
para pemimpin makhluk, sehingga dia diberi kebebasan memilih di antara
pakaian-pakaian iman mana yang dikehendaki untuk dikenakannya.” (Tirmidzi no.
2481)
Maka tak heran jika baju yang dikenakan Abdurrahman bin Auf
–sahabat yang kaya—tidak beda dengan yang dikenakan para budak yang
dimilikinya.
18. Perbanyak amalan hati
Hati akan hidup jika ada
rasa mencintai Allah, takut kepada-Nya, berharap bertemu dengan-Nya, berbaik
sangka dan ridha dengan semua takdir yang ditetapkan-Nya. Hati juga akan penuh
dengan iman jika diisi dengan perasaan syukur dan taubat kepada-Nya.
Amalan-amalan hati seperti itu akan menghadirkan rasa khusyuk, zuhud, wara’, dan
mawas diri. Inilah halawatul iman (manisnya iman)
19. Sering menghisab
diri
Allah berfirman, “Hai orang-ornag yang beriman, bertakwalah kepada
Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang diperbuatnya untuk hari
esok (akhirat).” (Al-Hasyr: 18)
Umar bin Khattab r.a. berwasiat,
“Hisablah dirimu sekalian sebelum kamu dihisab.” Selagi waktu kita masih
longgar, hitung-hitunglah bekal kita untuk hari akhirat. Apakah sudah cukup
untuk mendapat ampunan dan surga dari Allah swt.? Sungguh ini sarana yang
efektif untuk memperbaharui iman yang ada di dalam diri kita.
20. Berdoa
kepada Allah agar diberi ketetapan iman
Perbanyaklah doa. Sebab, doa
adalah kekuatan yang luar biasa yang dimiliki seorang hamba. Rasulullah saw.
berwasiat, “Iman itu dijadikan di dalam diri salah seorang di antara kamu
bagaikan pakaian yang dijadikan, maka memohonlah kepada Allah agar Dia
memperbaharui iman di dalam hatimu.”
Ya Allah, perbaharuilah iman yang
ada di dalam dada kami. Tetapkanlah hati kami dalam taat kepadamu. Tidak ada
daya dan upaya kami kecuali dengan pertolonganMu.
sumber dari: primasusetya.blogspot.com