Tampilkan postingan dengan label Info Sepakbola. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Info Sepakbola. Tampilkan semua postingan

01 Desember 2010

Nurdin Halid ke Australia, ke Senayan tinggalkan Nama

Snexcyber : Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK), Jakarta akan menjadi arena duel Indonesia vs Malaysia malam ini. Deretan spanduk raksasa dipasang untuk memompa semangat tim Merah Putih.

Setidaknya ada 18 spanduk yang dibentang mengelilingi stadion terbesar di Indonesia itu. Sebagian besar bernada dukungan bagi Markus Horison cs saat menghadapi laga perdana penyisihan Grup A Piala AFF malam ini.



Salah satu spanduk bertuliskan 'Markus, Ferry, Kurnia, Jangankan Bola, Angin Pun Tak Boleh Lewat'. Spanduk lain bernada 'We Love Timnas Indonesia'. Ada lagi, 'Firman, Bustomi, Eka Alirkan Bolamu Sederas Air Bah'.

Dua spanduk lainnya mengimbau untuk tidak mempolitisasi sepakbola. Bunyinya: "Politik No, Prestasi Yes' dan 'Sepakbola Jangan Dipolitisasi."

Ketua Umum PSSI, Nurdin Halid juga tak lupa menyampaikan pesannya lewat spanduk-spanduk raksasa tersebut. Salah satunya bertuliskan 'Nurdin, Sekali Layar Terkembang, Surut Kita Berpantang'.

Tak hanya dukungan kepada timnas, salah satu spanduk justru berisi dukungan terhadap kepemimpinan Nurdin Halid. Pada spanduk itu tertulis, 'Nurdin Halid, Demi Kemajuan Sepakbola, Kami Mendukungmu'.

Anggota Komite Eksekutif (Exco) PSSI, Ferry Paulus menilai spanduk tersebut berlebihan. "Sedikit lebay sih. Tapi lebih menarik," ujarnya.

Sekretaris LOC, Tigorshalom Boboy mengatakan spanduk tersebut sengaja dibentang untuk memberikan dukungan kepada timnas. Ke-18 spanduk tersebut akan menghiasi SUGBK hingga Piala AFF 2010 berakhir.

"Saya tidak ingat jumlahya, tapi spanduk itu memang sengaja dipasang untuk memberikan dukungan bagi timnas," kata Tigor saat dihubungi. (vivanews)

[+/-] Selengkapnya...

24 November 2010

Stasiun TV Lokal Yang Menyiarkan Secara LIVE Piala AFF 2010

Snexcyber : Masyarakat penggila sepak bola di Tanah Air yang tidak bisa menyaksikan perjuangan Tim Merah Putih pada Piala AFF 2010 secara langsung di stadion tak perlu khawatir. Pasalnya RCTI bakal menyiarkan seluruh pertandingan yang melibatkan Bambang Pamungkas cs.

"RCTI menjadi host broadcaster Piala AFF 2010. Ini sesuai komitmen kami selama ini untuk mendukung sepak bola Indonesia," ujar Dini Putri, Kepala Akuisisi Program RCTI. Menurut Dini, kerja sama dengan penyelenggara sudah berlangsung sejak Piala AFF 2008. Saat itu RCTI juga menayangkan secara live pertandingan timnas Indonesia.


Tak hanya Piala AFF 2010 yang menjadi bukti RCTI mendukung perkembangan sepak bola Indonesia. "Sebagai media televisi dengan jangkauan paling luas, kami juga terus berkomitmen menayangkan laga yang diikuti timnas di kancah internasional, baik timnas senior maupun kelompok umur," imbuh Dini.

RCTI menyadari selain pertandingan yang melibatkan timnas Indonesia, ada sejumlah laga yang diprediksi bakal berjalan menarik, terutama yang melibatkan tim-tim besar lain, tak terkecuali yang berlaga di Grup B.

Karena hak siar dimiliki oleh grup, maka bisa jadi partai lain akan ditayangkan di MNC TV atau Global TV. "Kepastian penayangan pertandingan di grup B, baru bisa diketahui minggu depan," sebut Dini.

Jika tidak disiarkan oleh MNC TV atau Global TV, maka pertandingan lain di luar timnas Indonesia itu ada kemungkinan akan ditayangkan RCTI secara delay. Masih pada hari yang sama, tapi waktu tayangnya setelah prime time.

Semua pertandingan penyisihan grup A (Grup Timnas) sendiri akan dilangsungkan di Stadion Gelora Bung Karno Jakarta, sementara penyishan Grup B dilakukan di My Dinh Stadium, Hanoi (Vietnam).

Pembagian Grup Piala AFF 2010

Grup A :
Indonesia
Thailand
Malaysia
Laos

Grup B :
Vietnam
Singapore
Myanmar
Philippines


Jadwal Lengkap Pertandingan

Piala AFF Suzuki Cup 2010

GRUP A (Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta Indonesia)

Rabu, 1 Desember 2010
Thailand VS Laos (17.00 WIB)
Indonesia VS Malaysia (19.30 WIB)

Sabtu, 4 Desember 2010
Thailand VS Malaysia (17.00 WIB)
Laos VS Indonesia (19.30 WIB)

Selasa, 7 Desember 2010
Malaysia VS Laos (17.00 WIB) (Stadion Si Jalak Harupat, Bandung)
Indonesia VS Thailand (19.30 WIB)

GRUP B (My Dinh Stadium – Hanoi, Vietnam)

Kamis, 2 Desember 2010
Singapura VS Filipina (17.00 WIB)
Vietnam VS Myanmar (19.30 WIB)

Minggu, 5 Desember 2010
Singapura VS Myanmar (17.00 WIB)
Filipina VS Vietnam (19.30 WIB)

Rabu, 8 Desember 2010
Myanmar VS Filipina (17.00 WIB)
Vietnam VS Singapura (19.30 WIB)

Semi Final Piala AFF 2010
Runner-up Grup A VS Juara Grup B (15 & 18 Desember 2010)
Runner-up GRUP B VS Juara GRUP A (16 & 19 Desember 2010)

Final Piala AFF 2010
26 & 29 Desember 2010 (Home & Away)

[+/-] Selengkapnya...

30 Desember 2009

Pemain-pemain Bola yang Bunuh Diri

Snexcyber : Ada pelajaran penting di balik kematian kiper Jerman, Robert Enke, beberapa waktu lalu. Popularitas ternyata tak menjamin kebahagiaan. Berbagai persoalan hidup terus saja menghajarnya. Karena tak kuat menanggung beban, dia memilih bunuh diri.

Enke bukan satu-satunya tokoh dari kalangan sepak bola yang kehilangan nyawa dengan tragis. Masih banyak nama-nama lain yang melakukan tindakan konyol tersebut. Berikut pelaku-pelakunya.

Justin Fashanu
Pada 1998, Justin Fashanu tewas gantung dri. Mantan pemain Manchester City era 1990-an itu nekat melakukannya karena dia tidak kuat dengan anggapan negatif terhadapnya.

Sebelum tewas, Fashanu dituduh mencabuli anak berumur 17 tahun. Itu dilakukannya usai menenggak minuman keras di apartemennnya. Tuduhan itu makin kuat ketika banyak bermunculan pemberitaan soal Fashanu yang bergabung di komunitas homoseksual.

Sergio Lopez Segu
Sergio Lopez Segu tewas secara tragis. Pada 4 November 2006, dia menabrakkan diri ke sebuah kereta api yang berjalan cepat. Nyawanya melayang seketika. Dia tewas di umur 39 tahun.

Mantan gelandang Barcelona era 1990-an tersebut nekat melakukannya karena tak kuat menahan cobaan hidupnya. Pemain yang sukses mengantarkan Barcelona menjuarai Piala Winners 1989 itu memang pensiun dini karena cedera lutut. Ini membuatnya depresi berat. Ditambah lagi pernikahannya gagal.



Paul Vaessen

Agustus 2001, sepak bola Inggris dihebohkan dengan tewasnya Paul Vaessen, Pemain Arsenal itu bunuh diri di bak mandi dengan cara mengonsumsi heroin hingga over dosis. Sebelumnya dia sempat ditangani oleh psikiatris, tapi gagal.

Perjalanan kaier pencetak gol kemenangan Arsenal ke gawang Juventus pada semifinal Piala Winners 1980 itu memang menyedihkan. Di musim pertamanya, dia memesona. Namun, di musim-musim berikutnya dia rentan cedera.

Vaessen lalu pensiun. Beberaap pekerjaan sempat digeluti. Mulai dari tukang pos hingga buruh bangunan. Sepertinya Vaessen tak bisa menerima kenyataan dan stres. Karena frustrasi, narkoba lalu dijadikan pelarian hingga mengakhiri hidupnya.

Asgotino Di Bartolomei
Kematian legenda AS Roma, Agostino di Bartolomei, juga menyedihkan. Pada 30 Mei 1994, dia menembak dirinya tepat di jantung. Diduga, Bartolomei bunuh diri karena depresi.

Dugaan penyebab depresi bermacam-macam. Diperkirakan dia tak kuat dengan bebam ekonomi yang mengimpit. Ada juga yang menduga dia tidak siap ketika pensiun dari sepak bola.

Kehidupannya berakhir mengenaskan. Selama aktif sebagai pemain, sepak terjang Bartolomei memang meyakinkan. Dia punya andil besar mengantarkan Roma merebut scudetto pada 1983. Tapi, setelah itu kariernya meredup dan sederet masalah pribadi terus-terusan mengganggunya.

Sandor Kocsis
Sandor Kocsis adalah striker hebat Barcelona di kurun waktu 1958-1965. Pada 22 Juli 1979, saat berumur 49 tahun, dia meninggal dunia. Sampai saat ini, banyak yang percaya dia tewas karena bunuh diri dengan cara menjatuhkan diri dari lantai empat di sebuah rumah sakit. Namun, ada juga yang memberitakan murni kecelakaan.

Menjelang akhir hayatnya, kesehatan Kocsis memang menurun drastis. Striker yang punya julukan Golden Head ini menderita kanker perut dab leukimia. Diduga, karena sulit menyembuhkan dua penyakit itu, Kocsis stres lalu bunuh diri.

Juan Gamper
Juan Gamper adalah aktor penting di balik lahirnya Barcelona. Pria kelahiran Swiss ini juga presiden pertama klub asal Spanyol tersebut. Selama menjadi presiden, Barcelona dibawanya meraih beberapa gelar, di antaranya 11 Championnat de Catalunya dan enam Copa del Rey.

Gamper sangat menyokong nasionalisme Catalan. Akibatnya, pria yang juga pendiri klub asal Swiss, FC Basel ini pun diusir keuar dari Spanyol. Karena tak kuat dengan perlakuan tersebut, Gamper bunuh diri.

Matthias Sindelar
Matthias Sindelar adalah salah satu pemain besar yang pernah dilahirkan Austria di era 1930-an. Tapi perjalanan hidupnya tragis. Kematiannya masih kontroversial. Ada yang bilang bunuh diri, namun ada juga yang menyebut dibunuh secara "halus".

Pada 23 Januari 1939, Matthias Sindelar bersama pacarnya, Camilla Castagnola ditemukan tewas di sebuah apartemen di Wina, Austria. Kematiannya diduga akibat keracunan kabon monoksida dari pemanas yang bocor. Dugaan lain, rezim Nazi terlibat karena saat itu Sindelar menolak bermain mewakili Jerman.

sumber : http://bola.kompas.com/read/xml/2009/11/22/06452039/pemain-pemain.bola.yang.bunuh.diri

[+/-] Selengkapnya...

28 Juni 2009

MU Bawa Trofi Premiership di Indonesia

Cyber News : Publik Jakarta kembali diberi kesempatan untuk melihat langsung trofi Premiership. Ini merupakan penghargaan buat fans Manchester United di Indonesia.

Tepat bulan Juni tahun lalu, trofi Liga Primer pernah menyambangi ibukota Indonesia, Jakarta. Di bulan yang sama tahun ini, trofi yang sama datang lagi.

Trofi juara Liga Inggris dipamerkan di FX Plaza Lantai 3, Jakarta

Menurut Rob James selaku General Marketing Manager MU wilayah Asia, didatangkannya trofi ke Jakarta kali ini adalah salah satu bentuk penghargaan klub terhadap besarnya animo pecinta 'Setan Merah' di 'Tanah Air'.


"Tidak semua fans bisa lihat trofi ini langsung di Inggris. Makanya sebagai penghargaan buat 28 juta fans MU di sini, kami datangkan trofi itu," tukasnya.

"Pendukung di sini very fantastic. Saya sangat gembira. Ini lebih bagus dari Korea," nilai James mengenai atmosfer acara yang dihadiri pula oleh kelompok suporter MU di Indonesia.

Trofi Premiership yang sedang dipegang oleh MU si juara bertahan itu akan dipamerkan di lantai 3 Plaza FX tanggal 26-28 Juni 2009, mulai dari pukul 10.00 - 00.00 WIB dan akan digelar serupa di Bandung, Yogyakarta, Surabaya, Malang, Medan, Pekanbaru, Palembang, Makassar, dan Samarinda. (CN)

[+/-] Selengkapnya...

09 Februari 2009

Sepakbola, Stadion, dan Televisi

Cyber News : Seorang teman pernah menulis sebuah ulasan tentang Sajian sepakbola di televisi dan metode penyajiannya. Dia menyorot tentang narasi yang tersaji dari tayangan sepakbola di televisi tersebut. Dalam tayangan sepakbola, kita memang mendapat banyak fitur yang membuat penikmat siaran tersebut seperti mendapat “waktu tambahan” diluar waktu pertandingan selama 90 menit tersebut.


Meskipun durasi pertandingan tidak berubah tapi cutting shot dari berbagai sudut pertandingan yang mencover close-up ekspresi pemain, ekspresi pelatih, suasana Bench, dan close-up penonton di stadion memang membuat siaran sepakbola di televisi seperti memberikan waktu tambahan. Teman saya menyebut dengan istilah “Extended Time”.
Tentang “extended time”, seperti ulasan teman saya disini adalah salah satu feature yang sangat menarik dari sebuah tayangan sepak bola. Tapi dari pengamatan saya, tidak selamanya feature itu selalu memperkaya tontonan sepakbola, apalagi dianggap membuat tontonan live di TV menjadi lebih menarik daripada di lapangan. Ada beberapa tinjauan yang menurut saya harus dilihat :

1. Feature Stadion (khususnya di Eropa)

Pertandingan sepakbola terutama di stadion-stadion Eropa, sudah bisa dipastikan feature "extended time" bisa dirasakan penonton di stadion, karena hampir semua stadion di eropa di lengkapi dengan "Giant Screen". Kita sering melihat supporter sepakbola yang terkagum-kagum dan berteriak lebih histeris karena dia bisa tahu sedang masuk ke TV.

2.Extended time pada medium paralel tidak selamanya menguntungkan
Saya mencoba melihat “extended time” dari sisi yang berbeda Sebuah pertandingan sepakbola yang disiarkan langsung oleh televisi yang memiliki feature “extended time” tentu menjadikan beberapa kejadian ‘pertandingan sepakbola’ sendiri tidak terekam secara utuh. Editor harus memilih kamera mana yang akan dimunculkan yang berarti meninggalkan sebentar pertandingan di kamera utama. Itulah mengapa semua Talent Scout dan pelatih-pelatih selalu memilih menonton di stadion daripada di Televisi ketika dia harus membuat penilaian individu terhadap pemain, atau mencoba menganalisa strategi sebuah team.

Di stadion eropa, penonton bisa memilih sendiri tontonan yang akan diperhatikan, apakah alur bola (kejadian di lapangan), atau cover shot yang ditampilkan layar raksasa stadion yang sama dengan view siaran langsung. Ini sebenarnya uneg-uneg saya terhadap tayangan sepakbola dalam negeri. Sejak dahulu sampai sekarang komentar saya setiap melihat tayangan sepakbola Indonesia, baik level PSSI, atau liga adalah: “Indonesia belum mampu memproduksi siaran Sepakbola !!” Saya selalu mengeluhkan ini justru karena “extended time” yang menjadi feature “unggulan” itu.

Siaran Sepakbola Indonesia malah terasa terlalu memanfaatkan feature ini. Saya mencoba membandingkan dengan tayangan liga Inggris, karena menurut saya produksi siaran sepakbola liga inggris saat ini yang terbaik. “Extended time” dari uraian teman saya adalah sebuah alternative screen atau cover shot yang memperlihatkan sisuasi lain di lapangan, seperti medium shot dari ekspresi pemain, suasana “bench”, replay kejadian di lapangan dan suasana stadion beserta supporternya. Intinya adalah camera alternative disamping kamera utama yang selalu mengikuti bola dari sudut wide angle.

Di liga Inggris, saya hampir bisa memastikan pemunculan feature “extended time” hanya terjadi pada saat bola “mati”, sehingga continuity dari alur bola dapat terjaga dengan baik. Kejadian paling menarikpun akan di replay saat bola sudah mati. Misalnya kejadian kiper yang berhasil menghalau bola keluar dari sebuah tendangan volley Wayne Rooney, begitu bola “out” maka replay dan jika memungkinkan reverse angle dan ekspresi pelatih yang gregetan muncul. Kamera kembali ke lapangan saat bola melayang di udara yang kita masih tahu bahwa itu adalah “ball kick” dari keeper setelah bola out tadi.


Di Indonesia, setiap kali ada shot on goal, hampir selalu langsung memperlihatkan replay (lebih dari sekali), reverse angle, dan ekspresi di bangku cadangan. Padahal, saat itu bola masih hidup. Halauan kiper berhasil di manfaatkan menjadi serangan balik.

Saya pernah mencak-mencak saat siaran partai PSIS lawan Persebaya di TVRI. Saat PSIS diserang dan terjadi dua kali tembakan ke gawang oleh striker persebaya yang berhasil di halau kiper, Kamera utama langsung di CUT untuk menampilkan reply, reverse angle, dan ekspresi yang menarik sekali memang. Tapi kejadian di lapangan (di kamera utama) adalah bola halauan kiper berhasil dimanfaatkan oleh Tugiyo untuk menjadi serangan balik dan GOAL!!. Momen tersebut hilang karena feature “extended time”. Memang ada reply goal itu, tapi sudah terasa hambar saat kita menyaksikannya.

Contoh kasus ini mungkin terlalu dramatis, tapi benar buat saya mengganggu sekali jika pemunculan feature “extended time” itu mengambil alih porsi sepakbola itu sendiri. Siaran sepakbola di eropa sangat memperhatikan ini dan mencoba mengakomodir semampunya.

3. Penempatan alternative kamera yang tepat dan terdukung oleh arsitektur stadion / lapangan.
Dalam sebuah produksi sepakbola, menurut saya porsi pertandingan itu sendiri harus menjadi menu utama. Yang saya maksud dengan menu pertandingan ini adalah alur serangan, penempatan posisi pemain, passing bola dan penerapan strategi. Tentu ini hal yang sangat susah untuk di cover oleh camera televisi secara utuh. Maka sangat diperlukan kamera dalam jumlah yang banyak. Editor tentu harus sangat mengerti tentang sepakbola untuk dapat membuat sajian yang enak terhadap penikmatnya dalam siarang langsung.

Penempatan kamera juga harus sangat mendukung untuk memudahkan sang editor memilih shot dalam kurun waktu yang singkat ini. Di Eropa, hampir seluruh stadion arsitekturnya sudah menunjang untuk penempatan kamera secara strategis. Mungkin hanya beberapa stadion kecil di Italy yang masih kurang mendukung.

Feature “Extende time” yang paling menarik dan sangat bermanfaat bagi penonton dan juga buat pengamat pertandingan adalah kamera wide di antara garis tengah lapangan dan kotak penalty. Kamera ini sangat mutlak diperlukan demi suguhan yang menarik. Fungsinya adalah menembak garis lintang lapangan untuk mendeteksi offside accident. Kamera ini sangat membutuhkan arsitektur lapangan yang di desain berpola garis-garis melintang. Garis-garis lapangan yang melebar yang membuat rumput seperti kue lapis hijau ini adalah sebuah konsep dukungan terhadap tayangan sepakbola dan untuk mempermudah hakim garis dalam menentukan offside accident. Jadi kalau ada lapangan yang garis-nya memanjang (ini pernah terjadi di senayan Jakarta) berarti belum bisa memanfaatkan fungsi dari garis-garis tersebut. Ini salah satu bentuk dukungan arsitektur lapangan dan kamera televisi.

Kejadian “extended time” yang memutus continuity alur bola juga saya rasakan di pertandingan-pertandingan awal partai Worldcup 2006 ini. Mungkin karena pertandingan pertama dari masing-masing Negara jadi pengarah acara masih ingin memperlihatkan suasana stadion, ekspresi pelatih dan ekspresi pemain cadangan. Tapi di pertandingan putaran kedua dan seterusnya, “gangguan” ini semakin sedikit dan alur bola bisa dinikmati dengan lebih nyaman. "Extended Time" yang menjadi feature unggulan tayangan sepakbola di TV sebaiknya juga harus memperhatikan timing pemunculannya, karena bagi sebagian orang, memperhatikan pertandingan secara utuh (terjaga continuity-nya) sangatlah berharga. Semoga ada orang TV yang membaca ini. (By : Peculiarsituation)

[+/-] Selengkapnya...

22 Januari 2009

Memahami Dunia Lewat Sepak Bola

Cyber News : Sepak bola inheren dengan bisnis kapitalis dan perputaran uang miliaran dollar dalam transfer pemain, iklan, pasar taruhan, hingga urusan mode dan gaya hidup.

Tapi pernahkah kita membayangkan bahwa sepak bola ternyata juga tidak lepas dari intrik politik, pemberontakan, pembantaian massal, sentimen etnis, konflik agama, atau perjuangan melawan korupsi? Sepanjang sejarah dunia, banyak gerakan perlawanan yang digodok di lapangan bola. Buku Memahami Dunia Lewat Sepak Bola karya Franklin Foer menyuguhkan fakta-fakta itu.


Mungkin tidak banyak yang tahu sejarahnya mengapa Real Madrid dan FC Barcelona menjadi musuh bebuyutan. Mereka tidak hanya bersaing memperebutkan mahkota La Liga, namun ketegangan itu berakar dari kepentingan politik penguasa Spanyol yang selalu membela Real Madrid sejak tahun 1920-an.

Kekalahan telak El Barca 1-11 atas El Real di semi final Piala Generalissimo tahun 1943 tidak lepas dari intimidasi penguasa pada para pemain Barca. Namun di tengah suasana demokratis saat ini, perasaan terdzalimi Barca justru dimanfaatkannya untuk menekan pemerintah Spanyol agar mengucurkan dana lebih kepada basis Barca di Katalunya.


Kebencian patologis antara klub Glasgow Rangers dan Glasgow Celtic juga dianggap sebagai perang yang belum tuntas antara Katolik dengan gerakan Reformasi Protestan. Masing-masing hooligan siap bertaruh nyawa. Suporter Rangers sering menamakan diri “Billy Boys”, yakni geng yang menghabisi umat Katolik Glasgow pada Perang Dunia I dan II.

Bab pertama buku ini bisa membuat perut bergolak. Tidak lain adalah kisah pembantaian di Bosnia oleh Arkan, pemilik klub sepak bola Obilic. Melalui milisinya, Tigers, yang di antaranya terdiri dari suporter sepak bola, tangan Arkan berlumuran darah orang-orang Islam.

'Pembunuh bayaran’ Presiden Slobodan Milosevic ini berkontribusi signifikan pada perkembangan sepak bola di Serbia. Di bawah Arkan, klub Obilic mudah menjadi juara karena pemain lawan di bawah bayang-bayang ancaman jika menyarangkan bola ke gawang Obilic.

Cerita hooligan dari negeri kampium bola, Inggris, juga menambah daftar hitam sepak bola. Cerita ini adalah salah satu dari bagian pertama buku yang menjelaskan tentang gagalnya globalisasi dalam mengikis kebencian kuno dalam olah raga ini. Syukurlah Foer tidak hanya mengangkat sisi buram sepak bola.

Bagian kedua menukik pada efek sepak bola pada persoalan ekonomi. Salah satu yang diangkat adalah perjuangan legenda sepak bola, Pele, mereformasi sepak bola Brasil. Setelah diangkat menjadi Menteri Luar Biasa Olah Raga, dia mengajukan UU Pele yakni undang-undang anti korupsi yang memaksa klub sepak bola untuk transparan. Sayangnya gerakan reformasi ini layu setelah Pele mundur dari pemerintahan (hal 126).

Bagian terakhir mengulas sepak bola yang dipakai untuk membela nilai-nilai nasioanalisme gaya lama, sebagai cara meredam kembalinya tribalisme. Kisah manis itu bisa ditemukan di Iran. Di negeri para mullah ini, sepak bola awalnya menjadi olah raga ‘haram’ bagi perempuan. Namun lolosnya Iran ke Piala Dunia 1998 menjadi momentum “revolusi bola”. Rezim yang berkuasa tak kuasa melarang kaum perempuan merayakannya di stadion Azadi. Selanjutnya, efek sepak bola tak terbendung dalam kehidupan rakyat Iran.

Efek-efek Sepak Bola

Sepak bola kini juga telah menjadi simbol kapitalisme global. Sebagai olah raga yang populer, sepak bola adalah bentuk serangan globalisasi yang imbasnya sangat massif. Amerika Serikat, yang dahulu rakyatnya menghujat sepak bola, justru menjadi tuan rumah Piala Dunia 1994. Dalam hal sepak bola, Amerika telah menjadi korban globalisasi.

Buku ini sungguh mencengangkan. Sama sekali tidak ada pembahasan tentang gol ‘tangan Tuhan’ Maradona, total football Belanda, atau gaya catenaccio Italia. Mereka yang mengaku maniak bola belum tentu mengetahui kaitan sepak bola dengan kondisi sosial-politik-historis suatu negara. Dengan bahasa yang lugas, provokatif, bahkan sedikit kasar, pembaca tidak akan sabar untuk merampungkan seluruh isi buku ini.

Memang tidak semua peristiwa bermula dari sepak bola. Kasus-kasus yang diangkat Foer sebagian adalah interaksi ‘tidak sengaja’ antara sepak bola dengan dimensi sosial-politik suatu negara.

Ketika melihat sampul buku, mungkin banyak yang terjebak pertanyaan skeptis adakah hubungan sepak bola dengan sosial-politik globalisasi? Sebagai seorang jurnalis, Foer meracik kisah-kisah sejarah, reportase, dan sedikit analisis sosilogi yang menakjubkan.

Dengan hanya 10 bab, karya Foer ini tidak dimaksudkan sebagai kajian sosiologis yang komprehensif. Di banyak negara pasti punya cerita lain tentang sepak bola dan interaksinya dengan masyarakat. Tapi buku ini bisa menjadi pemicu kajian lain yang lebih terstruktur dalam bingkai analitis-akademis.

Foer secara historis berhasil menghadirkan akar ideologis pemicu perseteruan antarklub sepak bola. Namun seberapa besar kebencian ideologis itu masih bertahan pada generasi saat ini? Tidakkah telah bermetamorfosis secara total? Buku ini tidak memberikan jawabnya secara pasti.

[+/-] Selengkapnya...

TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGANNYA

  © Blogger templates The Professional Template by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP